PENINGKATAN  HASIL  BELAJAR  IPS TEMA  TEMPAT UMUM  MELALUI  METODE DISKUSI KELOMPOK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF 
SISWA KELAS 3 SDN 01 SURUH SEMESTER I
TAHUN 2015-2016

Siti Chotijah
Guru SD Negeri 01 Suruh
chotijah678@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS tema tempat umum siswa kelas III SD 01 Suruh semester I Tahun 2015/2016 melalui metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif. subyek penelitian 28 siswa. Teknik analisis dengan mendeskripsikan hasil pembelajaran siklus I dan II. Hasil ketuntasan belajar pratindakan 29,17%, pada siklus I 66,67%, dan pada siklus II 91,67%. Penggunaan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema tempat umum.

Kata Kunci: Peningkatan Hasil Belajar, Metode Diskusi Kelompok, Model  Kooperatif

Abstract
This study aims to determine the improvement of learning outcomes of IPS with the theme public place by thirtd grade elementary school students of SDN 01 Suruh first semester in the academic year 2015/2016 through group discussion method with cooperative learning model. The research subjects is 28 students. Analytical technique is to describe the learning outcomes of cycle I and II. Results mastery learning pre-action 29.17%, 66.67% in the first cycle, and the second cycle 91.67%. The use of group discussion method with a model of cooperative learning can improve learning outcomes of IPS theme by them selves.

Keywords: the improvement learning outcomes, Group Discussion Method, Cooperatif Model.

PENDAHULUAN
Dewasa ini pembelajaran tematik yang diterapkan di Sekolah Dasar sangat membantu siswa dalam memahami materi. Dalam kurikulum SD, IPS berintegrasi dengan pelajaran lain dalam sebuah tema pelajaran. Integrasi tidak berarti IPS dihilangkan akan tetapi, terintegrasi disampaikan bersamaan pelajaran lain.
Secara umum pengetahuan sosial diajarkan di SD bertujuan untuk: 1).  mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis. 2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial. 3) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. 
Ilmu Pengetahuan  Sosial (IPS)   merupakan suatu bidang studi yang melatih penalaran supaya berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama yang efektif  sangat diperlukan dalam kehidupan modern. Kemampuan itu dapat dikembangkan melalui belajar IPS.  Kecakapan mengajarkan IPS yang ditumbuhkan pada siswa merupakan mata pelajaran yang memerlukan cara tersendiri karena IPS bersifat khas. Sementara itu siswa dalam suatu kelas mempunyai karakteristik yang beragam. Dengan mengetahui kekhasan IPS dan karakteristik siswa dapat diupayakan strategi pembelajaran yang tepat. sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai baik dari segi kognitif, efektif dan psikomotorik.
          Sudjana (2009:30) menyatakan  peran seorang guru sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang mudah  dipahami siswa dengan baik sehingga IPS menjadi mata pelajaran yang diminati dan dikuasai oleh siswa. Seorang guru hendaknya selalu berusaha memperkaya ilmunya untuk dapat menyajikan pelajaran yang menarik dengan aneka variasi.
Berdasar uraian tersebut, maka IPS merupakan mata pelajaran yang kongkrit dan mudah untuk dipelajari, tetapi pada kenyataannya siswa beranggapan bahwa IPS itu sulit. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil tes formatif kelas III semester gasal SD Negeri 01 Suruh Kecamatan Tasikmadu tahun pelajaran 2015/2016 dengan tema “tempat umum” dan indikator  menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah dan sekolah . Nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya 57. Dari 28 siswa hanya 10 siswa (35,7%) yang mencapai nilai KKM 70, sedangkan sisanya, 18 siswa (64,3%) belum tuntas.
Melihat hasil yang diperoleh siswa menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan siswa. Kondisi ini mendorong peneliti untuk membuat perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) agar siswa memperoleh tingkat penguasaan materi pelajaran yang lebih baik atau lebih meningkat.
Setelah melakukan kegiatan pembelajaran IPS pada tema “Tempat umum” dengan indikator menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah dan sekolah di kelas 3 pada semester I, dapat diidentifikasikan ternyata guru mengalami beberapa masalah yang sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa dalam memahami materi ini diantaranya: kurang tepat dalam memilih metode dan pendekatan   pembelajaran, kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran, kurang memberi motivasi pada siswa untuk berani menjawab dan mengajukan pertanyaan, kurang memberi bimbingan dalam berdiskusi.
Berdasar identifikasi permasalahan dapat dicarikan solusi pembelajaran melalui metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif. Berdasarkan masalah yang menjadikan penyebab ketidakberhasilan siswa dalam memahami materi pembelajaran IPS pada  tema “Tempat umum”, maka rumusan masalah adalah “Apakah melalui metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil  belajar IPS tema “Tempat umum” siswa kelas I SD Negeri 01 Suruh.
Tujuan yang dicapai peneliti untuk mengetahui sejauh mana penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa IPS tema “Tempat umum” pada siswa kelas I SD Negeri 01 Suruh. Pada penelitian ini diharapkan akan mendapatkan manfaat berupa peningkatan hasil belajar siswa dan perbaikan proses pembelajaran IPS tema “Tempat umum” bagi para siswa.


KAJIAN PUSTAKA
Pada dasarnya Asikin (2013:8) memberi batasan IPS merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi, budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya.
Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, sehingga dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu Sosial. Pengertian fusi disini adalah bahwa IPS merupakan bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah, melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam kepustakaan kurikulum pendekatan terpadu tersebut dinamakan pendekatan “broadfielt”. Dengan pendekatan tersebut batas disiplin ilmu menjadi lebur, artinya terjadi sintesis antara beberapa disiplin ilmu.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan pembelajaran IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek cabang-cabang ilmu-ilmu sosial yang bertujuan membina anak didik menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kepedulian sosial begi dirinya sendiri serta bagi masyarakat, bangsa, dan Negara.
Metode diskusi diartikan sebagai siasat untuk menyampaikan bahan pelajaran yang  melibatkan  siswa  secara  aktif  untuk  membicarakan  dan  menemukan alternatif   pemecahan  suatu  topik bahasan yang bersifat problematis. Dalam percakapan  itu  para  pembicara  tidak  boleh  menyimpang  dari  pokok pembicaraan  yaitu  masalah  yang  ingin  dicarikan  alternatif  pemecahannya.
Dalam diskusi  ini guru berperan  sebagai pemimpin diskusi,  atau guru dapat mendelegasikan  tugas  sebagai  pemimpin  itu  kepada  siswa,  walaupun demikian  guru masih  harus mengawasi  pelaksanaan  diskusi  yang  dipimpin oleh  siswa  itu.  Pendelegasian  itu  terjadi  kalau  siswa  dalam  kelas  dibagi menjadi beberapa kelompok diskusi. Pemimpin diskusi harus mengorganisir kelompok yang dipimpinnya agar setiap anggota diskusi dapat berpartisipasi secara aktif.  Dalam kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang dihadapi oleh manusia; sedemikian kompleksnya masalah tersebut, sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban saja, melainkan harus menggunakan segala pengetahuan yang kita miliki untuk mencari pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat lebih dari satu jawaban yang benar sehingga kita harus menemukan jawaban yang paling tepat diantara sekian banyak jawaban tersebut.
    Kecakapan dan ketepatan untuk rnemecahkan masalah tersebut dapat dipelajari. Untuk itu siswa harus dilatih sejak kecil. Persoalan yang kompleks sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat karenanya dibutuhkan pemecahan atas dasar kerjasama. Dalarn hal ini diskusi merupakan jalan yang banyak memberi kemungkinan pemecahan terbaik. Selain memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, juga dalam kehidupan yang demokratis, kita diajak untuk hidup bermusyawarah, mencari keputusan keputusan atas dasar persetujuan bersama. Bagi anak-anak, latihan untuk peranan kepemimpinan serta peranan peserta dalam kehidupan di masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa  diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya keterampilan berbahasa.
Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk mendorong siswa berfikir kritis, mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas, mendorong siswa menyumbangkan buah pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternative jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Langkah-langkah persiapan dalam Diskusi yang perlu diperhatikan diantaranya merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus, menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, menentapkan masalah yang akan dibahas, mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fsilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator,notulis dan tim perumus, manakala diperlukan.
Ketika pelaksanaan diskusi yang perlu diperhatikan adalah memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi, memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapi serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan, melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan dan lain sebagainya, memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi  untuk mengeluarkan gagasan dan ide-ide, mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas.
Kelebihan metode diskusi menyadarkan anak didik, masalah dapat dipecahkan dengan berbagai cara, menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan bersikap toleransi (Djamarah,2000:67).
Lebih lanjut Djamarah (2000:48) menjelaskan kelemahan metode diskusi tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar, peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas,  dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara, biasanya orang menghendaki pendekatan lebih formal.
Menurut Hamalik (2012:27) model pembelajaran kooperatif mengharuskan mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan Model pembelajaran Kooperatif/ Cooperative Learning artinya belajar bersama-sama, saling membantu antara satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
kelebihan model pembelajaran kooperatif dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar-mengajar yang bersifat terbuka demokratis, dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa, dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat, siswa dilatih untuk bekerja sama untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya, memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara langsung, sehingga yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
Kelemahan model pembelajaran kooperatif dalam  pembelajaran di sekolah bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip, sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok.
Menurut Surahmad (1997:88) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dimana guru melihat bentuk akhir dari pengalaman interaksi edukatif yang diperhatikan adalah menempatkan tingkah laku. Menurut Hamalik (2012:13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan. Hasil belajar siswa terwujud setelah mempelajari materi dan menjadi ukuran tercapainya tujuan pengajaran sesuai dengan prinsip perbedaan individu dalam satu kelas tertentu, sekalipun ditetapkan tujuan dan materi serta metode pembelajaran yang sama bagi semua siswa. Akan tetapi perbedaan hasil belajar terungkap dari skor tes. Dengan demikian akan didapatkan hasil belajar individu dan hasil belajar kelompok.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kualitatif.

METODE PENELITIAN 

Penelitian ini dilakukan di kelas 3 SDN 01 Suruh semester 1 tahun pelajaran 2015/2016  dengan subyek 28 siswa. Teknik pengumpulan data dengan observasi partisipatif, yaitu metode observasi dilakukan secara langsung kepada guru, siswa dan keadaan kelas yang ada untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa pada proses pembelajaran secara benar dan tepat. Alat yang digunakan dalam observasi ini adalah Chek List, yaitu suatu daftar yang berisi nama subyek dan faktor-faktor yang hendak diselidiki. Dalam hal ini chek list berupa  lembar pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa pada setiap siklusnya.

Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat kemampuan penguasaan materi pembelajaran sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis diskriptif yaitu hasil belajar dianalisis dengan membandingkan nilai tes antar siklus maupun dengan indikator kinerja, observasi dan angket dengan analisis diskriptif berdasarkan observasi  dan refleksi. Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan rerata/mean dan modus. Penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk persentase. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar, digunakan rumus sebagai berikut:
  p = ∑ siswa tuntas belajar x 100 %
                          ∑ siswa
Keterangan:
∑=Siswa yang tuntas belajar =Jumlah  siswa yang tuntas belajar
= Jumlah siswa  =Jumlah siswa
P  =Persentase frekuensi
Aqib (2010:40)

Hasil penghitungan dikorelasikan dengan kriteria ketuntasan belajar siswa yang dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas atau tidak tuntas, dengan ketentuan berikut:

Tabel 1 KKM Tema 1 Kelas 3 SD 01 Suruh

Kriteria ketuntasan
Kualifikasi
70
Tuntas
< 70
Tidak tuntas

Indikator keberhasilan tindakan kelas tampak apabila peningkatan hasil belajar  mencapai 75% ketuntasan dari jumlah siswa.
Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus dalam bulan Agustus sampai dengan September 2014. Masing-masing siklus mencakup empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planing), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting).
Perencanan (planing) perbaikan siklus 1 meliputi kegiatan identifikasi masalah, menganalisis penyebab masalah dan menetapkan tindakan pemecahannya.
Pelaksanaan tindakan (acting) siklus 1 dilaksanakan Kamis tanggal 7 Agustus 2015 dan siklus II dilaksanakan hari Senin tanggal 11 September 2015 yang meliputi  pelaksanaan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Pada tiap-tiap siklus yaitu menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif. Siklus II merupakan hasil pengembangan atas refleksi hasil siklus I. Pelaksanaan siklus 1 menjadi tolok ukur atau perbandingan hasil yang dicapai siswa. Diharapkan pada siklus kedua ini hasil yang dicapai siswa dapat memenuhi target yang diharapkan.
Menurut  Arikunto (2007:47) Kegiatan selanjutnya adalah pengamatan (observing). Pada kegiatan ini peneliti dibantu oleh satu orang observer untuk melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa dalam pembelajaran. Tindakan observasi yang dilakukan meliputi, guru meneliti hasil belajar siswa, mengamati aktifitas belajar siswa individu maupun kelompok, mencatat masalah-masalah saat tindakan yang menjadi refleksi tindak lanjut. Langkah terakhir adalah refleksi (reflecting) terhadap hasil dan observasi aktifitas siswa selama proses belajar mengajar, hasil tes pada akhir siklus dan kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran dikumpulkan serta dikaji sehingga diperoleh hasil refleksi kegiatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama menerapkan pembelajaran. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus berikutnya.
Kegiatan yang dlaksanakan melalui empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/pengamatan, dan refleksi merupakan acuan kegiatan perbaikan yang digunakan untuk menentukan tindakan proses pembelajaran untuk mencapai hasil sesuai dengan hasil yang ditetapkan pada indikator kinerja sehingga hasil pembelajaran dirasakan siswa dengan maksimal.
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart berbentuk spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya sebagai berikut:
Gambar 1 Alur Penelitian Tindakan Kelas

HASIL PENELITIAN

Hasil belajar prasiklus mengalami perbedaan skor tes terendah (skor minimal) sebesar 40 dan skor tes tertinggi (skor maksimal) sebesar 90. Sedangkan skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 57,5  ketuntasan belajar yang dicapai siswa hanya 10 siswa (35,7%). Dan 18 siswa (64,3%) belum tuntas.
Rendahnya nilai rata-rata siswa yang masih di bawah KKM dan tingkat ketuntasan belajar yang rendah maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian tersebut peneliti menerapkan pembelajaran dengan metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif.
Hasil penilaian dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru melalui metode diskusi dengan model koperatif siklus I diperoleh skor tes di bawah ini,

Tabel 2 Distribusi Ketuntasan Belajar siswa pada siklus I

Skor Ketuntasan
Jumlah siswa
Prosentase ( % )
70 (Tuntas)
17
60,7
70 (Belum Tuntas)
11
39,3
Jumlah
28
100 

Berdasarkan data distribusi skor tes dan distribusi ketuntasan belajar pada pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas sudah menunjukkan adanya peningkatan. Pembelajaran yang dilakukan pada prasiklus hanya mencapai ketuntasan 35,7% setelah diadakan pembelajaran siklus I ketuntasan menjadi 60,7%. Dari hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I diketahui bahwa selama pembelajaran siswa terlihat sudah aktif namun masih ada beberapa kekurangan diantaranya: 1) masih ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran baik dalam penyusunan laporan dan presentasi, 2) siswa kurang berani untuk bertanya pada guru hanya berani bertanya pada temannya. Karena ketuntasan belajar belum mencapai 75% dari jumlah siswa maka diadakan perbaikan melalui siklus II.
Refleksi pada perbaikan pembelajaran siklus I menerapkan metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif hasil evaluasi yang diperoleh dari 28 siswa ada 17 atau 60,7% siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 11 siswa atau 39,3%  belum tuntas belajar. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada perbaikan pembelajaran siklus I meningkat dibandingkan sebelum perbaikan pembelajaran ada peningkatan menjadi 72,3 dari sebelum perbaikan pembelajaran nilai rata-rata kelas hanya 57,5. Peneliti merefleksi sebab-sebab kegagalan dalam perbaikan pembelajaran siklus I, ternyata pada perbaikan pembelajaran siklus I ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1) siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran, 2) guru lebih aktif sendiri dalam pembelajaran kurang memperhatikan diskusi siswa.
Pada pembelajaran menggunakan metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif, siswa yang pasif tidak peduli akan pembelajaran,  tetapi bermain-main sendiri atau memperhatikan yang lain, sehingga materi yang disampaikan guru tidak dapat diterima siswa tersebut dalam perbaikan pembelajaran siklus I, maka peneliti masih perlu melaksanakan perbaikan  pemeblajaran siklus II.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II merupakan perbaikan pembelajaran siklus I. Pada dasarnya siklus II memiliki prinsip kerja yang sama dengan pelaksanaan tindakan siklus I dan dengan langkah pembelajaran sama dengan siklus I. Peneliti memperbaiki semaksimal mungkin pembelajaran siklus I.
Kegiatan awal guru mengabsen dan memberi motivasi dengan menyanyikan lagu secara bersama-sama. Pada kegiatan ini siswa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kecerdasan siswa. Siswa melakukan diskusi dengan pembelajaran kooperatif tentang pengalaman sendiri. Pada kegiatan akhir setiap kelompok diminta melanjutkan menyusun laporan dan membuat kesimpulan.
Ketika pembelajaran siklus II berlangsung, pengamat menganalisis tingkah laku siswa, dimana siswa berusaha melakukan eksperimen sesuai penjelasan guru, Pengamat mengamati, apakah setiap siswa mengerjakan tugas yang diberikan untuk didiskusikan sesuai yang disampaikan guru.
Peneliti menganalisis hasil yang diperoleh, kemudian pengamat mencatat dan mengisinya pada lembar observasi yang berisi: Keaktifan siswa, berani mengeluarkan pendapat, hasil evaluasi menunjukkan peningkatan
Setelah melakukan pembelajaran siklus II guru bersama teman sejawat merefleksi hasil pembelajaran. Dalam siklus II ini penilaian yang digunakan sama yaitu tes unjuk kerja dan laporan hasil kegiatan. Disamping itu tes hasil belajar pada siklus II digunakan untuk mengukur ketuntasan pembelajaran sesuai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan.
Pada perbaikan pembelajaran siklus II menunjukkan terjadinya peningkatan pada hasil belajar siswa. Skor rata-rata kelas diperoleh pada siklus II sebesar 86,3. Ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 92,86% artinya  masih ada 2 siswa (7,14%) belum tuntas/mencapai nilai KKM. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut,
Tabel 3 Distribusi ketuntasan belajar Siswa pada siklus II 


Skor Ketuntasan
Jumlah Siswa
Prosentase ( %)
70 (Tuntas)
26
92,86
70 (Belum Tuntas)
2
7,14
Jumlah
28
100

PEMBAHASAN TIAP SIKLUS
Pada perbaikan pembelajaran siklus I menerapkan metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif hasil evaluasi yang diperoleh dari 28 siswa ada 17 atau 60,7% siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 11 siswa atau 39,3%  belum tuntas belajar. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada perbaikan pembelajaran siklus I meningkat dibandingkan sebelum perbaikan pembelajaran ada peningkatan menjadi 72,3 dari sebelum perbaikan pembelajaran nilai rata-rata kelas hanya 57,5. Peneliti merefleksi sebab-sebab kegagalan dalam perbaikan pembelajaran siklus I, ternyata pada perbaikan pembelajaran siklus I ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1) siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran, 2) guru lebih aktif sendiri dalam pembelajaran.
Pada metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif, siswa yang pasif tidak memperdulikan pembelajaran, tetapi bermain-main sendiri atau memperhatikan yang lain, sehingga materi yang disampaikan guru tidak dapat diterima siswa tersebut dalam perbaikan pembelajaran siklus I, maka peneliti masih perlu melaksanakan perbaikan pembelajaran pada siklus II.
Pada perbaikan pembelajaran siklus II menerapkan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif, yang melibatkan seluruh siswa secara langsung dalam pembelajaran, sehingga materi pelajaran akan lebih tahan lama. Belajar melalui pengalaman menekankan pada hubungan yang harmonis antara belajar, bekerja, serta aktifitas kehidupan dengan penciptaan pengetahuan itu sendiri.
Peneliti memperoleh hasil pada perbaikan pembelajaran siklus II dari 28  siswa ada 2 siswa atau 7,1%  yang belum tuntas  dan 26 siswa atau 92,9%  tuntas dengan hasil yang memuaskan, dengan nilai rata-rata kelas 86,3 sehingga pembelajaran tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Penggunaan pembelajaran melalui metode diskusi dengan model kooperatif pada mata pelajaran IPS tema “Tempat umum” dengan pokok bahasan lingkungan alam dan buatan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan rata-rata kelas dan peningkatan ketuntasan hasil belajar pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Disamping itu motivasi siswa dalam belajar juga mengalami perubahan yang dibuktikan dengan siswa merasa senang dalam melakukan kerjasama kelompok dan berdiskusi. Hasil pembelajaran tema 1 tentang “Tempat umum” setiap siklusnya dilakukan guru dengan observer melalui metode diskusi kelompok dengan model kooperatif tergambar menjadikan siswa senang dan mampu berinovasi dan bekerjasama dengan temannya dalam memecahkan masalah bersama. Hasil pembelajaran mengalami peningkatan sehingga indikator keberhasilan telah tercapai karena siswa yang mengalami ketuntasan belajar lebih dari 75%. Hal ini dapat dilihat pada tabel perbandingan ketuntasan belajar pada prasiklus, siklus I dan siklus II sebagai berikut,

Tabel 1.4 Rekapitulasi Pengelompokan Nilai Kondisi Awal, Siklus I,
dan Siklus II

No
Ketuntasan Belajar
prasiklus
Siklus I
Siklus II
1
Belum Tuntas
64,3%
39,3%
7,1%
2
Tuntas
35,7%
60,7%
92,9%
Jumlah
100%
100%
100%
Nilai Tertinggi
90
100
100
Nilai Terendah
40
55
60
Rerata
57,5
72,3
86,3

Hasil belajar siswa berdasarkan tes dari Siklus I dan Siklus II selalu mengalami kenaikan/peningkatan. Untuk lebih memperjelas perbandingan hasil belajar antara kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2 dapat dilihat pada gambar 2

Gambar 2
Diagram Ketuntasan Tiap Siklus

Dapat dijelaskan pada prasiklus hanya mencapai rat-rata 57,5 dan tingkat ketuntasan persentase 35,7%  kemudian pada siklus I nilai rata-rata meningkat menjadi 72,3 dengan tingkat ketuntasan 60,7% dan pada siklus II mencapai rata-rata 86,3 dan tingkat ketuntasan 92,9%. Masing-masing kenaikan antar siklus yaitu: dari prasiklus ke siklus I rata-rata kelas meningkat 14,8 dan tingkat ketuntasan menjadi 25% , sedangkan dari siklus I ke siklus II rata-rata kelas meningkat 13,9 dan tingkat ketuntasan meningkat 32,1% . Jadi kenaikan  hasil belajar prasiklus hingga siklus II yaitu 57,1%.
Penggunaan pembelajaran metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif tersebut dalam pelajaran IPS tema “Tempat umum” dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri 01 Suruh Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Keberhasilan belajar terletak pada nilai hasil tes siswa pada setiap siklusnya. Dengan demikian  penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data bahwa melalui metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema “Tempat umum” pada siswa kelas 3 SD Negeri 01 Suruh Kecamatan Tasikmadu  Kabupaten Karanganyar tahun 2015/2016.
Berdasarkan  hasil  penelitian tersebut maka perlu kiranya penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi pembelajaran di sekolah-sekolah, untuk meningkatkan hasil belajar IPS tema “Tempat umum” khususnya  dan  semua mata pelajaran yang lain pada umumnya.
Bagi lembaga pendidikan, hendaknya menunjang baik fasilitas maupun strategi pembelajaran, salah satunya adalah penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif.
Bagi Guru, agar menerapkan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif ini dapat didayagunakan secara optimal, sebelum pembelajaran dilaksanakan terlebih dahulu melakukan identifikasi awal tentang kelemahan dalam pembelajaran sehingga dapat diterapkan metode dan model pembelajaran yang tepat sehingga hasil belajar IPS tema “Tempat umum”.
Bagi siswa hendaknya penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar  IPS tema “Tempat umum”.
DAFTAR PUSTAKA

Asikin. (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Aqib. (2012). dalam Cara Cepat Menguasai PTK. Salatiga Widya Sri Press.

Arikunto. (2007). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Bina Aksara

Djamarah. (2000). Peningkatan Keprofesionalan Guru. Jakarta: Bina Aksara

Hamalik. (2012). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sudjana. (2009). Psikologi Pembelajaran Bandung: Remaja Rosda Karya.

Surahmad. (1997). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.  Jakarta: Universitas Terbuka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGEMBANGKAN KREATIFITAS PESERTA DIDIK DI KELAS ( BAGIAN 1 )