PENINGKATAN
HASIL BELAJAR IPS TEMA
TEMPAT UMUM MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
SISWA KELAS 3 SDN 01 SURUH SEMESTER I
TAHUN 2015-2016
Siti Chotijah
Guru SD Negeri 01 Suruh
chotijah678@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS tema tempat
umum siswa kelas III SD 01 Suruh semester I Tahun 2015/2016 melalui metode
diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif. subyek penelitian 28
siswa. Teknik analisis dengan mendeskripsikan hasil pembelajaran siklus I dan II. Hasil ketuntasan
belajar pratindakan 29,17%, pada
siklus I 66,67%, dan pada
siklus II 91,67%. Penggunaan
metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
hasil belajar IPS tema tempat umum.
Kata
Kunci: Peningkatan Hasil Belajar, Metode
Diskusi Kelompok, Model Kooperatif
Abstract
This study aims to
determine the improvement of learning
outcomes of IPS with the theme
public
place by thirtd grade elementary
school students of SDN 01 Suruh first
semester in the academic year 2015/2016
through group discussion method with cooperative learning model. The research subjects is 28 students. Analytical technique is to
describe the learning outcomes of
cycle I and II. Results
mastery learning pre-action 29.17%, 66.67% in the
first cycle, and the second cycle 91.67%. The use of group
discussion method with a model of
cooperative learning can improve
learning outcomes of IPS theme by them selves.
Keywords:
the
improvement learning outcomes, Group
Discussion Method, Cooperatif
Model.
PENDAHULUAN
Dewasa
ini pembelajaran tematik yang diterapkan di Sekolah Dasar sangat membantu siswa
dalam memahami materi.
Dalam kurikulum
SD, IPS berintegrasi dengan pelajaran lain dalam sebuah tema pelajaran. Integrasi tidak
berarti IPS dihilangkan akan tetapi, terintegrasi disampaikan bersamaan
pelajaran lain.
Secara
umum pengetahuan sosial diajarkan di SD bertujuan untuk: 1).
mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan
kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis. 2) mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan sosial. 3) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan. 4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu bidang studi yang melatih
penalaran supaya berfikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kerjasama
yang efektif sangat diperlukan
dalam kehidupan modern. Kemampuan itu dapat dikembangkan melalui belajar IPS. Kecakapan mengajarkan IPS yang
ditumbuhkan pada siswa merupakan mata pelajaran yang memerlukan cara tersendiri karena
IPS bersifat
khas. Sementara itu siswa dalam suatu kelas mempunyai karakteristik yang beragam. Dengan
mengetahui kekhasan IPS dan karakteristik siswa dapat diupayakan strategi
pembelajaran yang tepat. sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai baik dari
segi kognitif, efektif dan psikomotorik.
Sudjana (2009:30) menyatakan peran seorang guru sangat penting dalam menciptakan
pembelajaran yang mudah dipahami siswa
dengan baik sehingga IPS menjadi mata pelajaran yang diminati dan dikuasai oleh
siswa. Seorang guru hendaknya selalu berusaha memperkaya ilmunya untuk dapat
menyajikan pelajaran yang menarik dengan aneka variasi.
Berdasar uraian
tersebut, maka IPS merupakan mata pelajaran yang kongkrit dan mudah untuk
dipelajari, tetapi pada kenyataannya siswa beranggapan bahwa
IPS itu sulit. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil tes formatif kelas III semester
gasal SD Negeri 01 Suruh Kecamatan
Tasikmadu tahun pelajaran 2015/2016 dengan tema “tempat umum” dan indikator menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar
rumah dan sekolah . Nilai rata-rata yang diperoleh siswa hanya 57. Dari 28 siswa hanya 10 siswa
(35,7%) yang mencapai nilai KKM 70, sedangkan sisanya, 18 siswa (64,3%) belum
tuntas.
Melihat hasil yang diperoleh siswa menunjukkan rendahnya
tingkat penguasaan siswa. Kondisi ini mendorong peneliti untuk membuat perbaikan
pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) agar siswa memperoleh
tingkat penguasaan materi pelajaran yang lebih baik atau lebih meningkat.
Setelah
melakukan kegiatan pembelajaran IPS pada tema “Tempat umum”
dengan
indikator menceritakan lingkungan
alam dan buatan di sekitar rumah dan sekolah di kelas 3 pada semester I, dapat
diidentifikasikan ternyata
guru mengalami beberapa masalah yang sangat berpengaruh pada keberhasilan siswa
dalam memahami materi ini diantaranya: kurang
tepat dalam memilih metode dan pendekatan
pembelajaran, kurang melibatkan siswa
dalam pembelajaran, kurang
memberi motivasi pada siswa untuk berani menjawab dan mengajukan
pertanyaan, kurang memberi bimbingan dalam berdiskusi.
Berdasar identifikasi permasalahan dapat dicarikan solusi
pembelajaran melalui metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif. Berdasarkan
masalah yang menjadikan penyebab
ketidakberhasilan siswa dalam memahami materi pembelajaran IPS pada tema “Tempat umum”, maka rumusan masalah adalah “Apakah melalui metode
diskusi kelompok dengan model
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema “Tempat umum” siswa kelas I SD Negeri 01 Suruh.
Tujuan
yang dicapai peneliti untuk mengetahui sejauh mana penerapan metode diskusi
kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa IPS tema “Tempat umum”
pada siswa
kelas I SD Negeri 01 Suruh. Pada penelitian ini
diharapkan akan mendapatkan manfaat berupa peningkatan hasil belajar siswa dan
perbaikan proses pembelajaran IPS tema “Tempat umum” bagi para siswa.
KAJIAN PUSTAKA
Pada dasarnya Asikin (2013:8) memberi batasan IPS
merupakan suatu pendekatan interdsipliner
(Inter-disciplinary Approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang
Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi, budaya, psikologi sosial, sejarah,
geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya.
Mata pelajaran
tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, sehingga dipadukan menjadi satu bidang
studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dengan demikian jelas bahwa IPS
adalah fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu Sosial. Pengertian fusi disini
adalah bahwa IPS merupakan bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam
kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya bahwa bidang studi IPS tidak lagi
mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah, melainkan
semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam kepustakaan kurikulum
pendekatan terpadu tersebut dinamakan pendekatan “broadfielt”. Dengan pendekatan tersebut batas disiplin ilmu
menjadi lebur, artinya terjadi sintesis antara beberapa disiplin ilmu.
Dari beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan pembelajaran IPS merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek
cabang-cabang ilmu-ilmu sosial
yang bertujuan membina anak didik menjadi warga negara yang baik, memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan kepedulian sosial begi dirinya sendiri serta bagi masyarakat, bangsa, dan Negara.
Metode
diskusi diartikan sebagai siasat untuk menyampaikan bahan pelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif
untuk membicarakan dan
menemukan alternatif pemecahan suatu
topik bahasan yang bersifat problematis. Dalam percakapan itu
para pembicara tidak
boleh menyimpang dari
pokok pembicaraan yaitu masalah
yang ingin dicarikan
alternatif pemecahannya.
Dalam
diskusi ini guru berperan sebagai pemimpin diskusi, atau guru dapat mendelegasikan tugas
sebagai pemimpin itu
kepada siswa, walaupun demikian guru masih
harus mengawasi pelaksanaan diskusi
yang dipimpin oleh siswa
itu. Pendelegasian itu
terjadi kalau siswa
dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok diskusi.
Pemimpin diskusi
harus mengorganisir kelompok yang dipimpinnya agar setiap anggota diskusi dapat
berpartisipasi secara aktif. Dalam
kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang dihadapi oleh manusia;
sedemikian kompleksnya masalah tersebut, sehingga tak mungkin hanya dipecahkan
dengan satu jawaban saja, melainkan harus menggunakan segala pengetahuan yang
kita miliki untuk mencari pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat
lebih dari satu jawaban yang benar sehingga kita harus menemukan jawaban yang
paling tepat diantara sekian banyak jawaban tersebut.
Kecakapan dan ketepatan untuk rnemecahkan masalah
tersebut dapat dipelajari. Untuk itu siswa harus dilatih sejak kecil. Persoalan
yang kompleks sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat karenanya
dibutuhkan pemecahan atas dasar kerjasama. Dalarn hal ini diskusi merupakan
jalan yang banyak memberi kemungkinan pemecahan terbaik. Selain memberi
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, juga dalam
kehidupan yang demokratis, kita diajak untuk hidup bermusyawarah, mencari
keputusan keputusan atas dasar persetujuan bersama. Bagi anak-anak, latihan
untuk peranan kepemimpinan serta peranan peserta dalam kehidupan di masyarakat.
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok adalah
suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi
tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan
kesimpulan, atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan strategi yang
memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui
satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta
berlatih bersikap positif. Dengan demikian diskusi kelompok dapat meningkatkan
kreativitas siswa, serta membina kemampuan berkomunikasi termasuk di dalamnya
keterampilan berbahasa.
Metode diskusi diaplikasikan
dalam proses belajar mengajar untuk mendorong
siswa berfikir kritis, mendorong
siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas, mendorong siswa menyumbangkan buah
pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa
alternative jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang
seksama.
Langkah-langkah persiapan dalam Diskusi yang perlu diperhatikan
diantaranya merumuskan
tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus, menentukan jenis diskusi
yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, menentapkan masalah yang
akan dibahas, mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya
ruang kelas dengan segala fsilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti
moderator,notulis dan tim perumus, manakala
diperlukan.
Ketika
pelaksanaan diskusi yang perlu diperhatikan adalah memeriksa segala persiapan yang
dianggap dapat mempengaruhi kelancaran diskusi, memberikan pengarahan sebelum
dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapi serta
aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan, melaksanakan diskusi sesuai
dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah
memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak
tegang, tidak saling menyudutkan dan lain sebagainya, memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-ide, mengendalikan pembicaraan
kepada pokok persoalan yang sedang dibahas.
Kelebihan
metode diskusi menyadarkan
anak didik, masalah
dapat dipecahkan dengan berbagai cara, menyadarkan
anak didik bahwa dengan
berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga
dapat diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan
anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya
dan bersikap toleransi (Djamarah,2000:67).
Lebih
lanjut Djamarah (2000:48) menjelaskan kelemahan metode diskusi tidak dapat dipakai dalam
kelompok yang besar, peserta
diskusi mendapat informasi yang terbatas, dapat
dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara, biasanya orang menghendaki pendekatan
lebih formal.
Menurut
Hamalik (2012:27) model pembelajaran kooperatif mengharuskan mengerjakan sesuatu
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan
Model pembelajaran
Kooperatif/ Cooperative Learning artinya belajar
bersama-sama, saling membantu antara satu sama lain dalam belajar dan
memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang
telah ditentukan sebelumnya.
kelebihan model
pembelajaran kooperatif dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya dalam suasana belajar-mengajar yang bersifat terbuka demokratis, dapat mengembangkan
aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa, dapat mengembangkan dan
melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk
diterapkan dalam
kehidupan di masyarakat, siswa
dilatih untuk bekerja sama untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal
bagi kesuksesan kelompoknya, memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara langsung, sehingga yang
dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
Kelemahan model
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran di sekolah bisa menjadi tempat
mengobrol atau gosip, sering
terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa
terjadi kesalahan kelompok.
Menurut
Surahmad (1997:88)
menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dimana guru melihat bentuk akhir
dari pengalaman interaksi edukatif yang diperhatikan adalah menempatkan tingkah
laku. Menurut
Hamalik (2012:13) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang
telah diberikan. Hasil
belajar siswa terwujud setelah mempelajari materi dan menjadi ukuran tercapainya tujuan pengajaran
sesuai dengan prinsip perbedaan individu dalam satu kelas tertentu, sekalipun
ditetapkan tujuan dan materi serta metode pembelajaran yang sama bagi semua
siswa. Akan tetapi perbedaan hasil belajar terungkap dari skor tes. Dengan
demikian akan didapatkan hasil belajar individu dan hasil belajar kelompok.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa
berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni
lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau
diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu
penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat
dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan
tingkah laku secara kualitatif.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kelas 3 SDN 01 Suruh semester 1 tahun
pelajaran 2015/2016 dengan subyek 28 siswa. Teknik pengumpulan data dengan
observasi partisipatif, yaitu metode observasi dilakukan secara langsung kepada
guru, siswa dan keadaan kelas yang ada untuk memperoleh data tentang hasil
belajar siswa pada proses pembelajaran secara benar dan tepat. Alat yang
digunakan dalam observasi ini adalah Chek
List, yaitu suatu daftar yang berisi nama subyek dan faktor-faktor yang hendak diselidiki. Dalam hal ini chek list berupa lembar pengamatan terhadap aktivitas guru dan
siswa pada setiap siklusnya.
Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat kemampuan penguasaan materi pembelajaran sebelum dan sesudah proses pembelajaran dilaksanakan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis diskriptif yaitu hasil belajar dianalisis dengan membandingkan nilai tes antar siklus maupun dengan indikator kinerja, observasi dan angket dengan analisis diskriptif berdasarkan observasi dan refleksi. Data kuantitatif berupa hasil belajar kognitif, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan rerata/mean dan modus. Penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk persentase. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar, digunakan rumus sebagai berikut:
p = ∑ siswa tuntas belajar x 100 %
∑ siswa
Keterangan:
∑=Siswa yang tuntas belajar
=Jumlah siswa yang tuntas belajar
∑= Jumlah siswa =Jumlah siswa
P =Persentase frekuensi
Aqib (2010:40)
Hasil
penghitungan dikorelasikan
dengan kriteria ketuntasan belajar siswa yang dikelompokkan ke dalam dua
kategori tuntas atau tidak tuntas, dengan ketentuan berikut:
Tabel 1 KKM
Tema
1 Kelas
3 SD
01
Suruh
Kriteria ketuntasan
|
Kualifikasi
|
≥
70
|
Tuntas
|
<
70
|
Tidak
tuntas
|
Indikator
keberhasilan
tindakan kelas tampak apabila peningkatan hasil belajar mencapai 75% ketuntasan dari jumlah siswa.
Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus dalam bulan Agustus sampai dengan
September
2014.
Masing-masing siklus mencakup empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planing),
pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing) dan
refleksi (reflecting).
Perencanan (planing) perbaikan siklus 1 meliputi kegiatan identifikasi masalah, menganalisis
penyebab masalah dan menetapkan tindakan pemecahannya.
Pelaksanaan tindakan (acting) siklus 1 dilaksanakan Kamis tanggal 7 Agustus 2015 dan siklus II
dilaksanakan hari Senin tanggal 11 September 2015 yang
meliputi pelaksanaan
skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Pada tiap-tiap siklus yaitu
menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif. Siklus II
merupakan hasil pengembangan atas refleksi hasil siklus I. Pelaksanaan
siklus 1 menjadi tolok ukur atau perbandingan hasil yang dicapai siswa. Diharapkan pada
siklus kedua ini hasil yang dicapai siswa dapat memenuhi target yang
diharapkan.
Menurut Arikunto (2007:47) Kegiatan selanjutnya adalah pengamatan (observing). Pada kegiatan ini
peneliti dibantu oleh satu orang observer untuk melaksanakan observasi terhadap
pelaksanaan tindakan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa dalam pembelajaran. Tindakan
observasi yang dilakukan meliputi, guru meneliti hasil belajar siswa, mengamati aktifitas belajar siswa individu maupun kelompok, mencatat
masalah-masalah saat tindakan yang menjadi refleksi tindak lanjut. Langkah terakhir adalah refleksi (reflecting) terhadap hasil dan observasi aktifitas siswa selama proses belajar
mengajar, hasil tes pada akhir siklus dan kendala-kendala yang dihadapi selama kegiatan
pembelajaran dikumpulkan serta dikaji sehingga diperoleh hasil refleksi
kegiatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama menerapkan pembelajaran.
Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini digunakan sebagai acuan
untuk melaksanakan siklus berikutnya.
Kegiatan yang dlaksanakan melalui empat tahapan, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi/pengamatan, dan refleksi merupakan acuan
kegiatan perbaikan yang digunakan untuk menentukan tindakan proses pembelajaran
untuk mencapai hasil sesuai dengan hasil yang ditetapkan pada indikator kinerja
sehingga hasil pembelajaran dirasakan siswa dengan maksimal.
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart berbentuk spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya
sebagai berikut:
Gambar 1 Alur
Penelitian Tindakan Kelas
HASIL PENELITIAN
Hasil belajar prasiklus mengalami perbedaan skor tes
terendah (skor minimal) sebesar 40 dan skor tes tertinggi (skor maksimal)
sebesar 90. Sedangkan skor rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 57,5 ketuntasan belajar yang dicapai siswa hanya 10 siswa (35,7%). Dan 18 siswa (64,3%) belum tuntas.
Rendahnya nilai
rata-rata siswa yang masih di bawah KKM dan tingkat ketuntasan belajar yang rendah
maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian tersebut
peneliti menerapkan pembelajaran dengan metode diskusi dengan model
pembelajaran kooperatif.
Hasil penilaian
dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru melalui metode diskusi dengan model
koperatif siklus I diperoleh
skor tes di bawah ini,
Tabel
2 Distribusi Ketuntasan
Belajar siswa pada siklus I
Skor Ketuntasan
|
Jumlah siswa
|
Prosentase ( % )
|
![]() |
17
|
60,7
|
![]() |
11
|
39,3
|
Jumlah
|
28
|
100
|
Berdasarkan
data distribusi skor tes dan distribusi ketuntasan belajar pada pembelajaran
yang dilakukan di dalam
kelas sudah menunjukkan adanya peningkatan. Pembelajaran yang dilakukan
pada prasiklus hanya mencapai ketuntasan 35,7% setelah diadakan pembelajaran siklus
I ketuntasan menjadi 60,7%.
Dari hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I diketahui bahwa selama
pembelajaran siswa terlihat sudah aktif namun masih ada beberapa kekurangan
diantaranya: 1) masih
ada siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran baik dalam penyusunan
laporan dan presentasi, 2) siswa
kurang berani untuk bertanya pada guru hanya berani bertanya pada temannya. Karena
ketuntasan belajar belum mencapai 75% dari jumlah siswa maka diadakan perbaikan
melalui siklus II.
Refleksi
pada perbaikan
pembelajaran siklus I menerapkan metode
diskusi dengan model pembelajaran kooperatif hasil evaluasi yang
diperoleh dari 28 siswa
ada 17 atau 60,7% siswa sudah tuntas
belajar, sedangkan 11
siswa atau 39,3% belum tuntas belajar. Nilai rata-rata kelas
yang diperoleh pada perbaikan pembelajaran siklus I meningkat dibandingkan sebelum
perbaikan pembelajaran ada peningkatan menjadi 72,3 dari sebelum perbaikan pembelajaran
nilai rata-rata kelas hanya 57,5. Peneliti merefleksi
sebab-sebab kegagalan dalam perbaikan pembelajaran siklus I, ternyata pada perbaikan
pembelajaran siklus I ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1) siswa kurang dilibatkan
dalam pembelajaran, 2) guru
lebih aktif sendiri dalam pembelajaran kurang memperhatikan diskusi siswa.
Pada pembelajaran menggunakan
metode diskusi
dengan model pembelajaran kooperatif, siswa yang pasif tidak peduli akan
pembelajaran, tetapi bermain-main
sendiri atau memperhatikan yang lain, sehingga materi yang disampaikan guru
tidak dapat diterima siswa tersebut dalam perbaikan pembelajaran siklus I, maka peneliti masih perlu
melaksanakan perbaikan pemeblajaran
siklus II.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II
merupakan perbaikan pembelajaran siklus I. Pada dasarnya siklus II memiliki
prinsip kerja yang sama dengan pelaksanaan tindakan siklus I dan dengan langkah
pembelajaran sama dengan siklus I. Peneliti memperbaiki semaksimal mungkin
pembelajaran siklus I.
Kegiatan awal guru mengabsen dan
memberi motivasi dengan menyanyikan lagu secara bersama-sama. Pada kegiatan ini
siswa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kecerdasan siswa. Siswa melakukan
diskusi dengan pembelajaran kooperatif tentang pengalaman sendiri. Pada
kegiatan akhir setiap kelompok diminta melanjutkan menyusun laporan dan membuat
kesimpulan.
Ketika pembelajaran siklus II berlangsung, pengamat
menganalisis tingkah laku siswa, dimana siswa berusaha melakukan eksperimen
sesuai penjelasan guru, Pengamat mengamati, apakah setiap siswa mengerjakan
tugas yang diberikan untuk didiskusikan sesuai yang disampaikan guru.
Peneliti menganalisis hasil yang diperoleh, kemudian pengamat mencatat dan
mengisinya pada lembar observasi yang berisi: Keaktifan
siswa, berani
mengeluarkan pendapat, hasil
evaluasi menunjukkan peningkatan
Setelah melakukan pembelajaran siklus II guru bersama teman sejawat
merefleksi hasil pembelajaran. Dalam siklus II ini penilaian yang digunakan
sama yaitu tes unjuk kerja dan laporan hasil kegiatan. Disamping itu tes hasil belajar pada siklus II digunakan
untuk mengukur ketuntasan pembelajaran sesuai indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan.
Pada perbaikan pembelajaran siklus
II menunjukkan
terjadinya peningkatan pada hasil belajar siswa. Skor rata-rata kelas diperoleh
pada siklus II sebesar 86,3.
Ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 92,86%
artinya masih ada 2 siswa (7,14%) belum tuntas/mencapai nilai
KKM. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut,
Tabel 3 Distribusi ketuntasan belajar Siswa
pada siklus II
Skor Ketuntasan
|
Jumlah Siswa
|
Prosentase ( %)
|
![]() |
26
|
92,86
|
![]() |
2
|
7,14
|
Jumlah
|
28
|
100
|
PEMBAHASAN
TIAP SIKLUS
Pada perbaikan pembelajaran
siklus I menerapkan metode
diskusi dengan model pembelajaran kooperatif hasil evaluasi yang
diperoleh dari 28 siswa
ada 17 atau 60,7% siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 11 siswa atau 39,3% belum tuntas belajar. Nilai rata-rata kelas
yang diperoleh pada perbaikan pembelajaran siklus I meningkat dibandingkan sebelum
perbaikan pembelajaran ada peningkatan menjadi 72,3 dari sebelum perbaikan pembelajaran
nilai rata-rata kelas hanya 57,5. Peneliti merefleksi
sebab-sebab kegagalan dalam perbaikan pembelajaran siklus I, ternyata pada
perbaikan pembelajaran siklus I ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1) siswa kurang dilibatkan
dalam pembelajaran, 2) guru
lebih aktif sendiri dalam pembelajaran.
Pada metode diskusi dengan
model pembelajaran kooperatif, siswa yang pasif tidak memperdulikan pembelajaran, tetapi
bermain-main sendiri
atau memperhatikan yang lain, sehingga materi yang disampaikan guru tidak dapat
diterima siswa tersebut dalam perbaikan pembelajaran siklus I, maka peneliti
masih perlu melaksanakan perbaikan pembelajaran
pada
siklus II.
Pada perbaikan pembelajaran
siklus II menerapkan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif, yang melibatkan
seluruh siswa secara langsung
dalam pembelajaran, sehingga materi pelajaran akan lebih tahan lama. Belajar
melalui pengalaman menekankan pada hubungan yang harmonis antara belajar,
bekerja, serta aktifitas kehidupan dengan penciptaan pengetahuan itu sendiri.
Peneliti memperoleh hasil
pada perbaikan pembelajaran siklus II dari 28
siswa ada 2
siswa atau 7,1% yang belum tuntas dan 26
siswa atau 92,9% tuntas dengan hasil yang memuaskan, dengan
nilai rata-rata kelas 86,3
sehingga
pembelajaran tidak dilanjutkan ke
siklus berikutnya.
Penggunaan pembelajaran
melalui metode diskusi dengan model kooperatif pada mata pelajaran IPS tema “Tempat umum”
dengan pokok
bahasan lingkungan alam dan buatan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan rata-rata kelas dan peningkatan ketuntasan hasil belajar pada pra siklus,
siklus I dan siklus II. Disamping itu motivasi siswa dalam belajar juga
mengalami perubahan yang dibuktikan dengan siswa merasa senang dalam melakukan
kerjasama kelompok dan berdiskusi.
Hasil
pembelajaran tema 1 tentang “Tempat umum” setiap siklusnya dilakukan guru
dengan observer melalui metode diskusi kelompok dengan model kooperatif
tergambar menjadikan siswa senang dan mampu berinovasi dan bekerjasama dengan
temannya dalam memecahkan masalah bersama. Hasil pembelajaran mengalami
peningkatan sehingga indikator keberhasilan telah tercapai karena siswa yang
mengalami ketuntasan belajar lebih dari 75%. Hal ini dapat dilihat pada tabel
perbandingan ketuntasan belajar pada prasiklus, siklus I dan siklus II sebagai
berikut,
Tabel 1.4 Rekapitulasi Pengelompokan Nilai Kondisi Awal, Siklus I,
dan Siklus II
No
|
Ketuntasan Belajar
|
prasiklus
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
1
|
Belum Tuntas
|
64,3%
|
39,3%
|
7,1%
|
2
|
Tuntas
|
35,7%
|
60,7%
|
92,9%
|
Jumlah
|
100%
|
100%
|
100%
|
|
Nilai
Tertinggi
|
90
|
100
|
100
|
|
Nilai
Terendah
|
40
|
55
|
60
|
|
Rerata
|
57,5
|
72,3
|
86,3
|
Hasil belajar siswa berdasarkan tes dari Siklus I dan Siklus II selalu
mengalami kenaikan/peningkatan. Untuk lebih memperjelas perbandingan hasil
belajar antara kondisi awal, siklus 1, dan siklus 2 dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2
Diagram Ketuntasan Tiap Siklus
Dapat
dijelaskan pada prasiklus hanya mencapai rat-rata 57,5 dan tingkat ketuntasan
persentase 35,7% kemudian pada siklus I nilai rata-rata
meningkat menjadi 72,3
dengan tingkat ketuntasan 60,7%
dan pada siklus II mencapai rata-rata 86,3
dan tingkat ketuntasan 92,9%.
Masing-masing kenaikan antar siklus yaitu: dari prasiklus ke siklus I rata-rata
kelas meningkat 14,8
dan tingkat ketuntasan menjadi 25%
, sedangkan dari siklus I ke siklus II rata-rata kelas meningkat 13,9 dan tingkat ketuntasan
meningkat 32,1% .
Jadi kenaikan hasil belajar prasiklus hingga siklus II
yaitu 57,1%.
Penggunaan
pembelajaran metode diskusi dengan model pembelajaran kooperatif tersebut dalam pelajaran
IPS tema “Tempat umum”
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SD Negeri 01 Suruh Kecamatan Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar.
Keberhasilan belajar terletak pada nilai hasil tes siswa pada setiap siklusnya. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
hasil analisis data bahwa melalui metode diskusi
kelompok dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil
belajar IPS tema “Tempat umum” pada
siswa kelas 3 SD Negeri 01 Suruh Kecamatan
Tasikmadu
Kabupaten Karanganyar tahun 2015/2016.
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut maka
perlu kiranya penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif sebagai strategi pembelajaran di sekolah-sekolah, untuk meningkatkan
hasil belajar IPS tema “Tempat umum” khususnya dan
semua mata pelajaran yang lain pada umumnya.
Bagi lembaga pendidikan, hendaknya menunjang baik
fasilitas maupun strategi pembelajaran, salah satunya adalah penerapan metode
diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif.
Bagi
Guru, agar menerapkan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif ini dapat didayagunakan secara optimal, sebelum pembelajaran
dilaksanakan terlebih dahulu melakukan identifikasi awal tentang kelemahan dalam
pembelajaran sehingga dapat diterapkan metode dan model pembelajaran yang tepat
sehingga hasil belajar IPS tema “Tempat umum”.
Bagi
siswa hendaknya penerapan metode diskusi kelompok dengan model pembelajaran
kooperatif sebagai strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema “Tempat umum”.
DAFTAR
PUSTAKA
Asikin. (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Aqib.
(2012). dalam Cara Cepat Menguasai PTK. Salatiga Widya Sri Press.
Arikunto. (2007). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Bina
Aksara
Djamarah.
(2000). Peningkatan Keprofesionalan Guru. Jakarta: Bina
Aksara
Hamalik.
(2012). Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sudjana.
(2009). Psikologi Pembelajaran Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Surahmad. (1997). Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar